Pendidikan Karakter Anak Usia Dini – Paling tidak ada lima pihak yang ikut berperan dalam
pendidikan karakter bagi anak-anak usia dini yakni keluarga, institusi pra sekolah, teman sebaya, organisasi keagamaan, dan komunitas. Kelima pihak itu dapat diuraikan
berikut ini.
I. Keluarga
Peran keluarga diyakini sebagai faktor yang paling utama berpengaruh pada anak-anak (Santrock, 2006:40). Melalui aktivitas pengasuhan yang terlihat dari cara yang dipilih orangtua dalam mendidik anak, anak akan tumbuh dan berkembang dari pengalaman yang didapatnya. Studi-studi menemukan bahwa hubungan yang hangat dan saling mendukung dalam keluarga berhubungan dengan pembentukan karakter yang positif pada anak.
Sebaliknya hubungan antara orangtua dan anak yang penuh dengan konflik dan sikap kekerasan berhubungan dengan kemunculan masalah-masalah psikologis pada masa selanjutnya (Neiderhiser & Reiss, 2002). Pendapat Rich dan Bonner (2004) juga menguatkan hasil penelitian sebelumnya bahwa pemecahan masalah sosial merupakan bagian dari kompetensi sosial sebagai hasil dari interaksi yang kompleks antara anak dan lingkungan. Peran dan keteladanan orangtua, aktivitas pengasuhan, dan interaksi sehari-hari mengajarkan arah dari strategi pemecahan masalah sosial.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa hubungan antara anak dan orangtua atau pendidik yang menimbulkan rasa aman yang digambarkan anak merasa dirinya layak dan berharga diprediksikan akan mempengaruhi bagaimana anak mengatasi masalah yang menekan ataupun masalah sehari-hari dengan cara yang positif. Pada intinya, bagi orangtua maupun pendidik, hubungan dengan anak diharapkan adanya keterbukaan, suportif, penuh kasih sayang, saling menghargai, serta konsisten (Berkowitz, 2002:75).
I. Keluarga
Peran keluarga diyakini sebagai faktor yang paling utama berpengaruh pada anak-anak (Santrock, 2006:40). Melalui aktivitas pengasuhan yang terlihat dari cara yang dipilih orangtua dalam mendidik anak, anak akan tumbuh dan berkembang dari pengalaman yang didapatnya. Studi-studi menemukan bahwa hubungan yang hangat dan saling mendukung dalam keluarga berhubungan dengan pembentukan karakter yang positif pada anak.
Sebaliknya hubungan antara orangtua dan anak yang penuh dengan konflik dan sikap kekerasan berhubungan dengan kemunculan masalah-masalah psikologis pada masa selanjutnya (Neiderhiser & Reiss, 2002). Pendapat Rich dan Bonner (2004) juga menguatkan hasil penelitian sebelumnya bahwa pemecahan masalah sosial merupakan bagian dari kompetensi sosial sebagai hasil dari interaksi yang kompleks antara anak dan lingkungan. Peran dan keteladanan orangtua, aktivitas pengasuhan, dan interaksi sehari-hari mengajarkan arah dari strategi pemecahan masalah sosial.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa hubungan antara anak dan orangtua atau pendidik yang menimbulkan rasa aman yang digambarkan anak merasa dirinya layak dan berharga diprediksikan akan mempengaruhi bagaimana anak mengatasi masalah yang menekan ataupun masalah sehari-hari dengan cara yang positif. Pada intinya, bagi orangtua maupun pendidik, hubungan dengan anak diharapkan adanya keterbukaan, suportif, penuh kasih sayang, saling menghargai, serta konsisten (Berkowitz, 2002:75).
2. Institusi Prasekolah (pendidik)
Bagaimana iklim kelas yang mendukung perkembangan potensi anak? Institusi pendidikan prasekolah merupakan tempat anak-anak belajar mengembangkan berbagai macam aspek perkembangan yang ada pada dirinya, yang salah satunya adalah mengembangkan kemandirian. Perlu disadari bahwa hasil yang diharapkan dari institusi prasekolah bagi anak-anak adalah tidak sekedar menyediakan tempat bermain. Satu hal yang juga diharapkan adalah proses internalisasi nilai yang menuju kepada kemampuanmengurus dirinya sendiri (self-help skill) atau yang dikenal dengan istilah kemampuan otonomi (Arthur dkk., 1998).
Sejalan dengan ciri khas periode ini sebagai sebuah masa bermain, hampir seluruh kegiatan pada usia prasekolah perlu melibatkan unsur bermain. Melalui kegiatan bemain anak belajar mengembangkan kemampuan untuk mengolah diri dan teman bermain dalam konteks interaksi sosial.
Dalam proses pembelajaran di insitusi prasekolah, yang harus dilakukan pendidik adalah memberikan lingkungan dan stimulasi yang cocok untuk memenuhi kebutuhan anak didik sesuai dengan karakteristik perkembangannya. Walaupun anak memiliki keunikan masing-masing disertai latar belakang yang berbeda, pendidik perlu memberikan metode pembelajaran yang variatif, sehingga suasana belajar menjadi “hidup”. Hal ini juga untuk menfasilitasi setiap perbedaan yang ada pada anak. Dengan landasan pemikiran tersebut pendidik harus mendasarkan diri pada suatu pedoman pendidikan yang tepat untuk anak didik.
3. Teman Sebaya
Melalui interaksi sosial, anak akan belajar berbagi, bergantian, mengendalikan dan menyelesaikan konflik, serta menjaga dan mempertahankan hubungan (Rubin & Rose-Krasnor, 1992). Pada anak usia dini, semakin banyak berinteraksi sosial, maka hubungan timbal balik akan terjadi sehingga secara psikologis kemampuan sosialisasi semakin terasah. Interaksi teman sebaya merupakan pusat sosialisasi pada masa kanak-kanak. Interaksi ini menambah kemahiran kompetensi sosial dan kompetensi yang bersifat komunikasi yang tidak seperti kontribusi yang diperoleh dari interaksi dengan orang dewasa.
Durkin (1995) mengatakan bahwa ada beberapa manfaat yang akan didapatkan anak-anak dari hasil pertemanan dengan teman sebaya, yaitu; mengembangkan pertumbuhan kompetensi sosial, memberikan sumber dorongan ego, memberikan keamanan emosional yang mengancam situasi, memberikan sumber keintiman dan kasih sayang, memberikan bimbingan dan bantuan, serta memberikan kesempatan mempelajari arti pertemanan dan pemberian motivasi.
Pendidikan karakter anak usia dini dalam konteks berinteraksi dengan teman sebaya, anak dapat memperoleh kesempatan untuk menguji adanya perbedaan ide, belajar untuk bernegosiasi dan mendiskusikan sudut pandang yang banyak, serta untuk memutuskan berkompromi atau menolak gagasan dari teman sebaya. Pengalaman interaksi dengan teman sebaya ini diyakini menghasilkan perkembangan yang positif dan adaptif untuk anak, seperti kemampuan memahami pemikiran, emosi dan tujuan orang lain.
4. Organisasi Keagamaan
Peran organisasi keagamaan dalam mentransmisikan nilai-nilai diprediksikan efektif. Sebagai pihak pengontrol, organisasi keagamaan dapat berperan aktif sebagai jembatan antara pihak orangtua, pendidik, dan masyarakat dalam pengembangan perilaku. Berbasis agama, nilai-nilai moral ditekankan untuk dijalani sebagai pedoman untuk dapat menyesuaikan diri dalam berbagai konteks. Di organisasi keagamaan ini diharapkan juga melibatkan kegiatan untuk anak-anak. Hal ini dimaksudkan agar anak mengerti tentang arti penting nilai-nilai yang dianutnya bagi kehidupan maupun lingkungan sosialnya.
5. Komunitas
Komunitas tidak saja berarti masyarakat saja yang berperan dalam pembentukan perilaku, tetapi juga termasuk eksposur media. Melalui Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa media berperan dalam pembentukan perilaku agresif pada anak-anak. Sebagai pengendali, orangtua dan pendidik harus bersikap kritis terhadap tayangan-tayangan yang merusak moral anak. Mengkritisi setiap tayangan yang ditonton, akan membentuk berfikir kritis pada ana. Secara berproses, bila pengertian terus diberikan, maka anak akan menyeleksi sendiri tontonan apa yang baik untuk dirinya.
Demikian lima pihak yang memegang peranan dalam pendidikan karakter anak usia dini. Semoga pengetahuan ini bermanfaat bagi para pembaca.