Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Anak

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Anak
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Anak - Kemandirian pada anak mulai berkembang di usia 1 sampai 2 tahun atau ketika anak memasuki tahapan autonomy versus shame and doubt menurut teori perkembangan psikososial Erikson. Ketika memasuki tahapan ini, anak mulai merasa kalau dirinya sudah besar dan berusaha untuk melepaskan diri dari caregiver atau orang-orang yang dekat dengan mereka dengan cara menjadi mandiri. Bentuk kemandirian pada anak di tahapan ini biasanya ditunjukkan dengan adanya penolakan terhadap bantuan yang ditawarkan, misalnya menolak dibantu saat berpakaian, ingin makan sendiri meskipun ada yang tercecer, ingin membereskan mainan sendiri meskipun belum rapibenar, ingin jalan sendiri, dan lain semacamnya (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

Pada usia-usia tersebut, tingkah laku-tingkah laku mandiri yang ditampilkan anak cenderung berupa tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku yang diinginkan lingkungan. Caregiver pada tahapan ini memiliki tugas untuk mendorong perilaku-perilaku itu agar muncul tidak lagi karena perilaku itu diinginkan lingkungan, tetapi karena adanya keinginan dari dalam diri anak untuk berlaku mandiri (Martin, 2000).

Erikson (1950, dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009) mengidentifikasi usia 1,5 - 3 tahun sebagai tahap kedua dalam perkembangan kepribadian (autonomy versus shame and doubt) yang ditandai dengan adanya perubahan dari kontrol eksternal ke kontrol internal (self-control). Pada tahapan ini, nilai yang berkembang adalah will.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Anak

Setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya.Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan kemampuan individual anak. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian anak (Soetjiningsih, 1995) :

Faktor Internal
  1. Faktor emosi ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak terganggunya kebutuhan emosi anak
  2. Faktor intelektual yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi anak.
Faktor Eksternal
  1. Lingkungan merupakan faktor yang menentukan tercapai atau tidaknya kemandirian anak prasekolah. Pada usia ini anak membutuhkan kebebasan untuk bergerak kesana-kemari dan mempelajari lingkungan.
  2. Karakteristik sosial mempengaruhi kemandirian anak, misalnya tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan anak-anak dari keluarga kaya.
  3. Anak yang mendapat stimulus terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding dengan anak yang kurang mendapat stimulasi.
  4. Pola asuh, anak dapat mandiri dengan diberi kesempatan, dukungan dan peran orang tua sebagai pengasuh.
  5. Cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya karena jika diberikan berlebihan, anak menjadi kurang mandiri. Hal ini dapat diatasi bila interaksi dua arah antara orang tua dan anak berjalan lancar dan baik.
  6. Kualitas informasi anak dan orang tua yang dipengaruhi pendidikan orang tua, dengan pendidikan yang baik, informasi dapat diberikan pada anak karena orang tua dapat menerima informasi dari luar terutama cara meningkatkan kemandirian anak.
  7. Status pekerjaan ibu, apabila ibu bekerja diluar rumah untuk mencari nafkah maka ibu tidak bisa memantau kemandirian anak sesuai perkembangan usianya. Sedangkan ibu yang tidak bekerja, ibu dapat memantau langsung kemandirian anak dan bisa memandirikan anaknya
Sejumlah faktor yang mempengaruhi kemandirian anak di atas seyogyanya menjadi perhatian serius bagi para tenaga pendidik di dunia pendidikan anak usia dini terutama bagi para orang tua. Sehingga anak-anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan.

Pengertian dan Aspek Aspek Kemandirian Anak


Pengertian dan Aspek Aspek Kemandirian Anak
Pengertian Kemandirian - berarti hal atau keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kemandirian berasal dari kata diri, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari perkembangan diri itu sendiri. Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat yang menyelaraskan dan mengkoordinasikan seluruh aspek kepribadian (Bahara, 2008 dalam Putra, 2012). Kemandirian juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang tidak bergantung kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan secara penuh (Parker, 2005).

Watson dan Lindgren (Barus, 1999) berpendapat bahwa kemandirian meliputi pengertian mengenai kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam berusaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Mönks (dalam Musdalifah, 2007) mengemukakan bahwa kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemandirian adalah hasrat untuk melakukan segala sesuatu bagi diri sendiri. Secara singkat dapat dipahami bahwa kemandirian mengandung pengertian:
  • Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya.
  • Mampu mengambil keputusan dan berinisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
  • Memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
  • Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.
Dari berbagai definisi tersebut penulis menyimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang yang dapat menyelesaikan sesuatu tanpa bantuan orang lain secara penuh.

Aspek-aspek Kemandirian pada Anak

Ada beberapa aspek dalam kemandirian pada anak seperti yang dijelaskan Martin (2000), yaitu:

a. Self-regulation

Anak mampu menyesuaikan tingkah laku agar sesuai dengan apa yang mereka ketahui dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Anak berusaha menghindari tingkah laku-tingkah laku yang menurut pengalamannya tidak harus dan tidak patut dilakukan. Tingkah laku-tingkah laku yang menjadi indikator adanya self-regulation di antaranya dapat memasukkan makanan ke dalam mulut dengan benar, dapat menggunakan alat makan/minum dengan benar, membuang sampah pada tempatnya, mau merapikan mainan ke tempat semula, makan dengan rapi, mau bersalaman dengan orang baru, makan dan minum pada waktu yang ditetapkan, mau menghabiskan makanan atau memberitahukan kalau sudah kenyang, mau mengikuti permainan denganteman-teman dan mematuhi peraturan yang ada, tidak meminta bantuan terus-menerus, mau tidur sendiri, tidak menangis saat ditinggal, dan mau meminjamkan mainan pada temannya.

b. Self-control

Anak mengendalikan tingkah lakunya sesuai dengan tuntuan sosial yaitu jenis perilaku yang disenangi oleh orang tua di rumah atau guru di sekolah. Tingkah laku-tingkah laku yang menjadi indikator adanya self-control di antaranya bisa duduk atau jongkok di WC dengan posisi yang benar, tidak mengompol, dan tidak merengek saat menyampaikan sesuatu.

c. Self-efficacy

Anak memiliki perasaan mampu mengerjakan sendiri sesuatu secara efektif. Tingkah laku-tingkah laku yang menjadi indikator adanya self-determination di antaranya mau membereskan mainan tanpa disuruh, mengambil gelasnya sendiri dengan satu tangan, mencoba menyisir rambut sendiri, mencoba memakai atau melepaskan pakaian sendiri, mencoba memakai atau melepaskan kaus kaki atau sepatu sendiri, menggosok gigi sendiri tanpa dibantu, menolak bantuan yangditawarkan apabila merasa mampu.

d. Self-determination

Anak mampu menentukan sendiri apa yang ingin atau akan dilakukannya. Tingkah laku-tingkah laku yang menjadi indikator adanya self determination di antaranya bisa memilih baju yang akan dipakai, memilih mainannya sendiri, dan mampu menentukan makanan atau hal lain kesukaannya.


Demikian uraian pengertian kemandirian anak, bukan hanya memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugas-tugasnya namun juga mampu mengambil keputusan dan berinisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Dijelaskan pula masing-masing aspek-aspek kemandirian anak sehingga para pendidik dapat mencermati setiap perkembangan kemandirian sejak anak usia dini.

Bermain Kolase & Manfaatnya bagi Pendidikan Anak Usia Dini


Permainan Kolase & Manfaatnya bagi Pendidikan Anak Usia Dini Bermain Kolase & Manfaatnya bagi Pendidikan Anak Usia Dini - Masa perkembangan anak usia dini adalah masa yang paling tepat untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki anak. Salah satu potensi yang perlu dikembangkan adalah tentang wawasan dan rasa seni anak. kesenian merupakan salah satu potensi dasar anak sebagai bentuk dari kecerdasan jamak. Melalui pengembangan potensi seni anak berarti juga mengembangkan kecerdasannya. Salah satu seni yang dapat mengembangkan potensi anak yaitu dengan seni kolase sehingga dalam dunia anak kerap disebut dengan bermain kolase. Kolase merupakan salah satu karya dalam seni rupa.

Kolase adalah teknik menempel berbagai macam unsur kedalam satu frame sehingga menghasilkan karya seni yang baru. Kolase adalah kreasi aplikasi yang dibuat dengan menggabungkan teknik melukis (lukisan tangan) dengan menempelkan bahan-bahan tertentu. Dapat pula didefinisikan bahwa kolase adalah melukis dengan cara menempel dan merekat.

Kolase juga dapat merupakan teknik dalam sebuah gambar atau penggunaan media-media yang lain yang dapat dipakai sebagai unsur seni rupa. Kolase merupakan teknik yang kaya akan aktivitas meremas, melipat, merobek, menempel, serta menggunting yang memungkinkan untuk mengembangkan keterampilan motorik halus terutama kelenturan dalam menggunakan jari-jarinya. Kaitannya dengan peningkatan kemampuan motorik halus, anak dapat menggerakan jari- jarinya untuk menempelkan lem dan bahan-bahan. Dalam kolase yang paling menonjol adalah unsur menghiasnya.

Menurut Pamadhi (2014: 5.4) dalam proses membuat karya kolase yaitu dengan cara memadukan barang-barang yang terdiri dari benda yang berbeda sehingga menjadi sebuat karya melalui teknik asembling (dengan dilem, las, dan paku) dimaksudkan agar dapat menyatu.

Kolase menjadi teknik yang memungkinkan anak untuk dapat mengoptimalkan seluruh media agar menjadi karya yang utuh. Aktifitas kolase jika dilihat dari sisi dana cukup murah, karena bisa dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk karya seni kolase dapat berupa bahan alam, bahan bekas, dan bahan olahan yang tentunya aman digunakan oleh anak. kolase dalam pembuatannya memerlukan kesabaran yang tinggi dan keterampilan menyusun, menempel, dan merangkai.

Berdasarkan urain diatas dapat disimpulkan bahwa kolase merupakan salah satu karya seni yang dapat menstimulus perkembangan motorik halus anak usia dini. Dengan kolase anak dapat menggerakan jari-jarinya untuk menempel dan mengkoordinasikan gerakan mata dan tangannya. kolase juga melatih ketelitian anak dengan anak menempelkan satu persatu bahan kolase agar menjadi karya seni yang indah dan rapi. Selain itu kolase juga dapat meningkatkan kemampuan kreativitas anak. anak dapat berimajinasi menghias dengan bahan yang ada. Kolase merupakan aktivitas yang menyenangkan sehingga dapat membangkitkan minat anak dalam mengembangkan motorik halusnya dan dapat melenturkan tangan khususnya jari-jemari anak.

Manfaat Bermain Kolase bagi Anak usia Dini

Kolase merupakan suatu seni dengan teknik menempel dengan berbagi macam bahan-bahan seperti kertas, daun, potongan perca, biji-bijian dan serbuk kayu. Anak selalu ingin bermain baik dirumah maupun disekolah, oleh karena itu anak sulit untuk berkonsentrasi pada suatu hal termasuk pada saat kegiatan proses pembelajaran berlangsung. Melalui kegiatan bermain kolase akan dapat melatih konsentrasi anak karena kegiatan kolase membutuhkan konsentrasipada kegaitan menempel. Tidak hanya melatih konsentrasi kolase juga merupakan salah satu aktivitas bermain yang dapat menstimulus kemampuan motorik halus seorang anak. Karena pada kegiatan kolase anak mengkoordinasikan mata dan tangan serta jari-jemarinya untuk mengoleskan lem dan menempel.

Dikemukakan bahwa manfaat kolase dapat meningkatkan perkembangan otak, bahasa, dan melatih kemampuan motorik halus anak (Sumanto, 2006: 94). Dengan bermain kolase tidak hanya fisik anak saja yang akan bekerja tetapi juga otak anak yang digunakan untuk berfikir bagaimana menghias gambar menggunakan bahan kolase sehingga dapat menjadi karya yang indah.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami tentang apa itu bermain kolase serta dijelaskan pula bahwa bermain kolase mempunyai manfaat yang banyak bagi perkembangan motorik halus seorang anak. Karena dalam proses kegiatan bermain kolase kaya akan aktifitas yang menstimulus perkembangan motorik halus anak seperti menempel, serta koordinasi mata dan tangan.

Unsur & Karakteristik Tarian dalam Pendidikan Anak Usia Dini


Unsur & Karakteristik Tarian dalam Pendidikan Anak Usia Dini
Seni tari merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang harus dikembangkan dan dilestarikan selaras dengan masyarakat yang selalu mengalami perubahan. Tari adalah sebuah ungkapan, pernyataan, dan ekspresi dalam gerak yang memuat komentar-komentar mengenai realitas kehidupan dan bergerak sesuai dengan ritme. Seni tari dapat membatu proses perkembangan anak yang ditandai dengan perkembangan motorik kasar dan halus anak, pola bahasa dan perkembangan sosial emosional anak. Uraian berikut berkaitan dengan unsur-unsur dan karakteristik tarian dalam pendidikian anak usia dini.

Pendidikan seni tari anak usia dini suatu proses atau usaha dalam mendidik anak agar mampu mengontrol dan menginterpretasikan gerak tubuh, memanipulasi benda-benda, dan menumbuhkan harmoni antara tubuh dan pikiran. Menurut Yetti dalam Mulyani (2016:68) menyatakan bahwa pendidikan seni tari anak usia dini menekankan pada gerak, keharmonisan gerak, mengontrol gerak motorik kasar maupun motorik halus yang dapat mengembangkan kecerdasan anak.

Tari sangat berpengaruh dalam perkembangan gerak anak. Anak usia dini telah memiliki sifat suka akan sesuatu yang sangat bagus, indah, baik dalam hubungannya dengan tari, pengertian indah yang dimaksud adalah gerak tari bukan saja gerak-gerak yang halus atau baik saja, tetapi termasuk juga gerak-gerak yang kuat, keras, lemah, patah-patah. Pengertian tari bersifat terbatas adalah susunan gerak beraturan dengan sengaja dirancang untuk mencapai suatu kesan tertentu. Selanjutnya pengertian tari bersifat umum adalah bentuk upaya untuk mewujudkan keindahan susunan gerak dan irama yang dibentuk dalam satuan-satuan komposisi. Gerakan dalam tari dapat membantu perkembangan fisik dan pola gerak anak dan jika latihan tari dilakukan bersama-sama dengan temannya, maka diharapkan dapat membantu mengembangkan kemampuan bersosialisasi, mengatur emosi, meningkatkan daya berpikir, dan lainnya.

Mengacu pada sejumlah penjelasan di atas bahwa tari anak usia dini berhubungan erat dengan gerak tubuh dan ritme. Gerakan tari anak usia dini dapat membantu dalam perkembangan fisik motorik anak.

Unsur Tarian Anak Usia Dini

Tari anak usia dini pada dasarnya sebuah gerakan yang diiringi oleh musik, namun dalam sebuah gerakan-gerakan yang ditunjukan oleh anak terdapat beberapa unsur yang menciptakan sebuah tarian. Unsur dalam tarian adalah sebuah gerak, dimana gerak merupakan perpaduan antara tenaga, tempat atau ruang, kemudian gerakan tersebut akan tersusun rangkaian gerak yang berlanjutan.

Menurut Kamtini (2005:29) bahwa unsur utama tari adalah gerak. Gerak tari selalu melibatkan unsur anggota badan manusia. Unsur-unsur anggota badan tersebut didalam membentuk gerak tari, dapat berdiri sendiri, bergabung ataupun bersambungan. Bagian-bagian badan yang dapat digunakan dalam gerak tari adalah jari tangan, pergelangan tangan, siku-siku, muka dan kepala, bahu, leher, lutut, pergelangan kaki, jari kaki, dada, perut, mata, mulut.

Rangkaian gerak yang berlanjutan tersebut tampak sebuah tempo atau waktu sebagai sisipannya. Anak usia dini sangat senang ketika tubuhnya dapat digerakan dan dapat mengikuti sebuah tarian sesuai dengan tempo.

Menurut Ardianzah (2012:7), ada 5 unsur yang terdapat dalam tarian, yaitu:

a. Unsur Gerak

Gerak merupakan medium pokok dalam sebuah tari, karena merupakan media pertama-tama digunakan untuk alat ungkap dan ditangkap oleh penonton. Secara teknis dari tata gerak tari bahwa gerak tari terdaat tiga unsur yaitu unsur tenaga, ruang, dan waktu.

b. Unsur Iringan

Gerak dan music merupakan suatu kesatuan dalam tari, namun bukan berarti setiap tarian memerlukan musik iringan yang jelas secara auditif, tetapi dapat berupa kesan musikal saja.

c. Unsur Tema

Suatu karya tari, tema merupakan salah satu unsur yang menentukan, agar karya tari dapat ditangkap oleh penonton.

d. Unsur Tata Rias Busana

Tata rias adalah segala upaya mengubah wajah dengan menggunakan alat-alat tertentu yang sesuai dengan peran atau karakter yang ditentukan. Tata busana adalah segala perlengkapan yang dikenakan pada penari saat memperagakan peran tertentu

e. Unsur Ruang Pentas

Ruang pentas adalah keseluruhan arena yang nampak saat pentas. Seni tari yang di pentaskan akan semakin mengikat penonton apabila adanya unsur gerak, iringan, tema, tata rias busana, dan ruang pentas. Unsur-unsur tersebut dipersempit menjadi 3 unsur pokok dalam sebuah tarian, yaitu unsur tenaga, ruang, dan waktu. Hal ini karena dalam sebuah gerak tari unsur yang paling utama yaitu adanya tenaga, ruang, dan waktu, sedangkan unsur lainnya merupakan unsur pendukung dalam tarian.

Menurut Sekarningsih dan Rohayani dalam Mulyani (2016:54) mengemukakan bahwa Gerakan atau rangkaian gerakan tersebut adalah akibat adanya 3 unsur, yaitu:

a. Tenaga

Tenaga dalam seni tari adalah kekuatan yang mengawali, mengendalikan, dan menghentikan gerak. Perubahan-perubahan yang terjadi oleh penggunaan tenaga yang berbeda dalam gerak tar, akan membangkitkan atau mempengaruhi penghayatan terhadap tarian

b. Ruang

Selain unsur tenaga, unsur waktu ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Unsur waktu sangat berkaitan dengan unsur irama yang memberi nafas sehingga unsur nampak hidup.

c. Waktu

Waktu adalah elemen yang membentuk gerak tari. Elemen waktu berkaitan dengan ritme tubuh dan ritme lingkungan.

Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa unsur utama dalam tarian yaitu gerak yang di dalamnya meliputi adanya tenaga, ruang, dan waktu. Unsur-unsur tersebut saling mempengaruhi dalam gerak tari yang membantu penari dalam melakonkan berbagai jenis tarian.

Karakteristik Tarian Anak Usia Dini

Tarian anak usia dini tidak terlepas dari peniruan-peniruan gerak yang sudah merupakan tradisi di masa lampau, meskipun adanya istilah inovasi atau kreasi baru yang merupakan sebuah kreativitas gerakan-gerakan. Kamtini dalam Hasanah (2015:20) perkembangan anak umumnya dapat melakukan kegiatan bergerak sebagi berikut:

a. Menirukan

Anak dalam bermain senang menirukan sesuatu yang dilihatnya.

b. Manipulasi

Anak-anak secara spontan menampilkan gerak-gerak dari obyek yang diamatinya, tetapi dari pengamatan obyek tersebut anak menampilkan gerak yang disukai

Gerakan dalam tarian anak usia dini mempunyai unsur kegembiraan dan kesenangan. Menurut Triyanto dalam Mulyani (2016:67) mengemukakan bahwa pendidikan seni tari sebagai media untuk memenuhi kebutuhan anak yang mendasar yang berperan sangat efektif bagi anak, ditandai dengan terciptanya kondisi yang memberi peluang anak secara bebas terkendal, mengembangkan kepekaan, fantasi, imajinasi, dan kreasi anak.

Karakteristik gerakan tari pendidikan anak usia dini menurut Mulyani (2016:69), antar lain :
  1. Tema atau judul tarian harus dekat dengan kehidupan anak-anak seperti apa yang ada di lingkungan sekitar (meirukan gerak burung terbang, ayam mencari makan, kelinci melompat, dan sebagainya).
  2. Bentuk gerak yang sederhana artinya bentuk gerak sesuai dengan karakteristik anak-anak dan gerak yang tidak sulit untuk ditirukan.
  3. Diiringi dengan musik yang gembira dan disukai oleh anak.
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa ada 5 unsur tari dalam pendidikan anak usia dini yakni unsur gerak, iringan, tema, tata rias busana dan unsur ruang pentas. Sementara karakteristik tari dalam pendidikan anak usia dini yakni tema yang dekat dengan kehidupan anak, bentuk gerakan yang sederhana serta diiringi musik yang ceria dan disukai oleh anak usia dini sebagai peserta didik.

Kelebihan & Kelemahan Media Powerpoint pada Pembelajaran PAUD


Kelebihan & Kelemahan Media Powerpoint pada Pembelajaran PAUDKelebihan Media Powerpoint pada Pembelajaran PAUD - Microsoft powerpoint merupakan salah satu produk unggulan Microsoft Corporation dalam program aplikasi persentasi yang paling banyak digunakan saat ini. Hal ini dikarenakan banyak kelebihan di dalamnya dengan kemudahan yang disediakan. Microsoft Powerpoint dapat merancang dan membuat presentasi yang lebih menarik dan profesional. Media power point merupakan media yang akan membantu dalam menyusun sebuah persentasi yang efektif, profesional, dan mudah yang menjadikan sebuah gagasan menjadi lebih menarik dan jelas tujuannya (Istiningsih, 2012: 119).

Pemanfaatan media persentasi ini dapat digunakan oleh pendidik maupun peserta didik untuk mempresentasikan materi pembelajaran atau tugas-tugas yang akan diberikan. Oleh sebab itu dalam mengembangkan sosial emosional dalam penelitian ini menggunakan media berbasis komputer yang berupa powerpoint dengan berbagai slide dengan menampilkan gambar yang telah didesain sesuai dengan tujuan pembelajaran. Gambar yang ada pada slide berupa perbuatan yang mencakup orang yang mau meminjamkan miliknya, anak mau berbagi, dan membantu sesama. Dengan menggunakan media dapat memperjelas penjelasan yang diberikan oleh guru kepada anak.

Dengan pemanfaatan media pembelajaran power point ini, ada beberapa hal yang menarik untuk digunakan sebagai alat persentasi materi pembelajaran yaitu dapat menyajikan dengan berbagai macam huruf, warna, gambar dan animasi-animasi yang dapat diolah sendiri dengan lebih kreatif dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran. Pada prinsipnya program power point terdiri dari beberapa unsur rupa dan pengontrolan operasionalnya. Unsur rupa yang dimaksud terdiri dari slide, teks, gambar dan bidang-bidang warna yang dapat dikombinasikan dengan latar belakang yang telah tersedia.

Tentunya Media power point mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan dalam penggunaannya untuk pembelajaran. Salah satu kelebihan dalam penggunaan media power point yaitu tampilan-tampilan yang ada pada media power point dapat dibuatdengan berbagai variasi yang menarik, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Kelebihan Media Power Point pada Pembelajaran PAUD, diantaranya:
  1. Penyajiannya menarik karena ada permainan warna, huruf dan animasi,baik animasi teksmaupun animasi gambar atau foto.
  2. Lebih merangsang anak untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang bahan ajar yang tersaji.
  3. Pesan informasi secara visual mudah dipahami peserta didik.
  4. Tenaga pendidik tidak perlu banyak menerangkan bahan ajar yang sedang disajikan.
  5. Dapat diperbanyak sesuai kebutuhan dan dapat dipakai secara berulang-ulang.
  6. Dapat disimpan dalam bentuk data optik atau magnetic (CD/Disket/Flashdisk), sehingga praktis untuk dibawa kemana-mana.
Adapun kelemahan media power point pada pembelajaran PAUD dapat diidentifikasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketut (2009:6) yaitu:
  1. Ketergantungan arus listrik sangat tinggi.
  2. Harga media pendukung (komputer dan LCD) relatif mahal.
  3. Pengguanaan media ini sangat tergantung pada penyaji materi.
  4. Perlu adanya pelatihan dalam membuat media ini, sehingga masih sangat terbatas guru yang mampu membuat media power point.
Dari beberapa kelebihan dan kelemahan Media Power Point pada Pembelajaran PAUD sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka guru dalam menggunakan media power point dapat mempertimbangkan dan memilih media ini sebagai media alternatif yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, selain itu di sekolah hendaknya sudah mempunyai kelengkapan yang mendukung dan guru juga sudah mempunyai kemampuan untuk membuat dan mengoperasikan media power point. Media power point sangat efektif digunakan dalam proses pembelajaran PAUD atau Pendidikan Anak Usia Dini secara umum karena bentuk dari media ini dapat menarik minat anak sehingga anak dapat lebih memperhatikan dalam proses pembelajaran sehingga harapan tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

Tahapan dan Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak


Tahapan dan Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Sebelum lebih jauh mengulas tahapan dan faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Penting untuk memahami lebih dahulu apa itu pertumbuhan sehingga dapat dibedakan dengan istilah perkembangan. Pertumbuhan (growth) merupakan bertambahnya jumlah sel serta jaringan intraseluler berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem neuromusculer, kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi. (Depkes, 2007 dalam Abdul Rajab, 2013)

Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang berbeda, namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan secara stimulant. Pertumbuhan ukuran fisik akan disertai dengan pertambahan kemampuan perkembangan anak. (Nursalam, 2005)

Setiap orang tua akan mengharapkan anaknya tumbuh dan bekembang secara sempurnah tanpa mengalami hambatan tertentu. Pola tumbuh kembang secara normal antara anak yang satu dengan anak yang lainnya pada akhirnya tidak selalu sama, karena dipengaruhi oleh interaksi dari banyak faktor. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak terbagi dua yakni faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal).

Faktor internal

1. Genetika

Fektor genetik akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan kematangan tulang, alat seksual, serta saraf, sehingga merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang, yaitu : perbedaan ras, etnis atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin, dan kelainan kromosom

2. Pengaruh hormonal

Pengaruh hormonal sudah terjadi sejak masa prenatal, yaitu saat janin berumur 4 bulan. Pada saat itu, terjadi pertumbuhan yang cepat. Hormon yang berpengaruh terutama adalah hormon pertumbuhan somatotopin yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary. Selain itu, kelenjar tiroid juga menghasilkan kelenjar tiroksin yang berguna untuk metabolisme serta maturasi tulang, gigi dan otak. (Soetjiningsih, 2002 dalam Rajab, 2013).

Faktor Eksternal

  1. Faktor prenatal : gizi, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksi embrio dan psikologi ibu.
  2. Faktor persalinan : komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, afaksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak
  3. Faktor pascasalin : gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan. (Rusmil , 2008 dalam Rajab, 2013).
Tahapan Tumbuh Kembang Anak

a. Pertumbuhan

Pemantauan pertumbuhan bayi dan anak dapat dilakukan dengan menimbang berat badan, mengukur tinggi badan, dan lingkar kepala anak. Pertumbuhan berat badan bayi usia 0-6 bulan mengalami penambahan 150-250 gram per minggu dan berdasarkan kurva pertumbuhan yang diterbitkan oleh National Center for Health Statistics (NCHS), berat badan bayi akanmeningkat dua kali lipat dari berat lahir pada anak usia 4-7 bulan (wong et al, 2008).

Berat badan lahir normal bayi sekitar 2.500-3.500 gram, apabila kurang dari 2.500 gram dikatakan bayi memiliki berat lahir rendah (BBLR), sedangkan bila lebih dari 3.500 gram dikatakan makrosomia. Pada masa bayi-balita , berat badan digunakan untuk mengukur pertumbuhan fisik dan status gizi. Sehingga untuk mengetahui pertumbuhan bayi, status gizi diperhatikan (Susilowati, 2008 dalam Rif’atunnisa, 2014)
b. Perkembangan

Tingkat perkembangan anak berdasarkan umur (IG.N.GDE RAHUH, hlm.60) ditampilkan pada tabel di bawah ini.


Pendapat ahli lainnya, tumbuh kembang anak usia 6 bulan. (Dr. Widodo Judarwanto, 2014) dapat dirinci sebagai berikut :
  1. Perkembangan motorik: bayi mampu mengangkat kepala ketika ditarik ke posisi duduk, tengkurap, duduk dengan sedikit bantuan, mampu meraih mainan yang ada disekitarnya. Bayi akan menyadari dimana arah suara berasal
  2. Perkembangan bahasa: bayi sudah bisa mengatakan “ma”, “mu”, “da”
  3. Perkembangan Sosial: Bayi akan merasa nyaman di sekitar orang-orang akrab dan timbul kecemasan di sekitar orang asing. Pada usia ini bayi senang bermain dengan bayi lainnya, dan sekali-kali ia akan tersenyum dan meniru suara masing-masing, dan di usia ini bayi mulai mengenali orang tua.

Mengenal Pola Perilaku Anak Usia Dini Menurut Hurlock


Mengenal Pola Perilaku Anak Usia Dini Menurut Hurlock
Anak-anak pada masa awal atau anak usia dini biasanya mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial melalui hubungan dan pergaulan sosial baik dengan orangtua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya. Pola-pola perilaku anak tersebut menurut Hurlock (1998) terbagi dua yaitu pola perilaku sosial dan pola perilaku yang tidak sosial. Pola perilaku sosial tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1. Kerja sama

Sejumlah kecil anak belajar bermain atau bekerja sama dengan anak lain sampai mereka berumur 4 tahun. Semakin banyak kesempatan yang mereka miliki untuk melakukan sesuatu bersama-sama, semakin cepat mereka belajar melakukannya dengan cara bekerja sama.

2. Persaingan

Jika persaingan merupakan dorongan bagi anak-anak untuk berusaha sebaik-baiknya, hal itu akan menambah sosialisasi mereka. Jika hal itu diekspresikan dalam pertengkaran dan kesombongan, akan menyebabkan timbulnya sosialisasi yang buruk.

3. Kemurahan hati

Kemurahan hari sebagaimana terlihat pada kesediaan untuk berbagi sesuatu dengan anak lain, meningkat dan sikap mementingkan diri sendiri semakin berkurang setelah anak belajar bahwa kemurahan hati menghasilkan penerimaan sosial

4. Simpati

Anak kecil tidak mampu berperilaku simpatik sampai mereka pernah mengalami situasi yang mirip dengan dukacita. Mereka mengekspresikan simpati dengan berusaha menolong ataumenghibur seseorang yang sedang bersedih.

5. Empati

Empati kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan menghayati pengalaman orang tersebut. Hal ini hanya berkembang jika anak dapat memahami ekspresi wajah atau maksud pembicaraan orang lain.

6. Ketergantungan

Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan, perhatian, dan kasih sayang mendorong anak untuk berperilaku dalam cara yang diterima secara sosial. Anak berjiwa bebas kekurangan motivasi ini.

7.  Sikap ramah

Anak kecil memperlihatkan sikap ramah melalui kesediaan melakukan sesuatu untuk atau bersama anak/orang lain dan dengan mengekspresikan kasih sayang kepada mereka.

8. Sikap tidak mementingkan diri sendiri

Anak yang mempunyai kesempatan dan mendapat dorongan untuk membagi apa yang mereka milliki dan yang tidak terus-menerus menjadi pusat perhatian keluarga, belajar memikirkan orang lain dan berbuat untuk orang lain dan bukannya hanya memusatkan perhatian pada kepentingan dan milik mereka sendiri.

9. Meniru

Meniru seseorang yang diterima baik oleh kelompok sosial, anak-anak mengembangkan sifat yang menambah penerimaan kelompok terhadap diri mereka.

10. Perilaku kelekatan

Landasan yang diletakkan pada masa bayi, yaitu tatkala bayi mengembangkan suatu kelekatan yang hangat dan penuh cinta kasih kepada ibu atau pengganti ibu, anak kecil mengalihkan pola perilaku ini kepada anak/orang lain dan belajar membina persahabatan dengan mereka.

Sedangkan sebaliknya, pola perilaku anak usia dini yang tidak sosial adalah sebagai berikut:

1. Negativisme

Neativisme adalah perlawanan terhadap tekanan dari pihak lain untuk berperilaku tertentu. Biasanya hal itu dimulai pada usia dua tahun dan mencapai puncaknya antara umur 3 dan 6 tahun. Ekspresi fisiknya mirip dengan ledakan kemarahan, tetapi secara setahap demi setahap diganti dengan penolakan lisan untuk menuruti perintah.

2. Agresi

Agresi adalah tindakan permusuhan yang nyata atau ancaman permusuhan, biasanya tidak ditimbulkan oleh orang lain. Anak-anak mungkin mengekspresikan sikap agresif mereka berupa penyerangan secara fisik atau lisan terhadap anak lain, biasanyaterhadap anak yang lebih kecil.

3. Pertengkaran

Pertengkaran merupakan perselisihan pendapat yang mengandung kemarahan yang umumnya dimulai apabila seseorang melakukan penyerangan yang tidak beralasan. Pertengkaran berbeda dari agresi; pertama karena pertengkaran melibatkan dua orang atau lebih sedangkan agresi merupakan tindakan individu, dan kedua karena salah seorang yang terlibat di dalam peterngkaran memainkan peran bertahan sedangkan dalam agresi peran selalu agresif.

4. Mengejek atau menggertak

Mengejek merupakan serangan secara lisan terhadap orang lain, tetapi menggertak merupakan serangan yang bersifat fisik.

5. Perilaku yang sok kuasa

Perilaku sok kuasa adalah kecenderungan untuk mendominasi orang lain atau menjadi ”majikan”. Jika diarahkan secara tepat hal ini dapat menjadi sifat kepemimpinan.

6. Egosentrisme

Hampir semua anak kecil bersifat egosentrik dalam arti bahwa mereka cenderung berpikir dan berbicara tentang diri mereka sendiri. Apakah kecenderungan ini akan hilang, menetap atau berkembang semakin kuat, sebagian bergantung padakesadaran anak bahwa hal itu membuat mereka tidak popular dan sebagian lagi bergantung pada kuat lemahnya keinginan mereka untuk menjadi populer.

7. Prasangka

Landasan prasangka terbentuk pada masa kanak-kanak awal yaitu tatkala anak menyadari bahwa sebagian orang berbeda dari mereka dalam hal penampilan dan perilaku dan bahwa perbedaan ini oleh kelompok sosial dianggap sebagai tanda kerendahan.

8. Antagonisme jenis kelamin

Ketika masa kanak-kanak berakhir, banyak anak laki-laki ditekan oleh keluarga laki-laki dan teman sebaya untuk menghindari pergaulan dengan anak perempuan atau memainkan “permainan anak perempuan”. Mereka juga mengetahui bahwa kelompok sosial memandang laki-laki lebih tingga derajatnya daripada perempuan. Walaupun demikian, pada umur ini anak laki-laki tidakmelakukan pembedaan terhadap anak perempuan, tetapi menghindari mereka dan menghindari aktivitas yang dianggap sebagai aktivitas anak perempuan.

Sebagian dari bentuk perilaku sosial yang berkembang pada masa kanak-kanak merupakan landasan yang diletakkan pada masa bayi, tetapi banyak juga diantaranya yang merupakan landasan baru yang dibina oleh hubungan sosial dengan teman sebaya di luar rumah dan hal-hal yang ditonton dari televisi, ataupun buku komik (Berns, 2004).

Peningkatan perilaku sosial cenderung paling menyolok pada masa kanak-kanak awal. Hal ini disebabkan oleh pengalaman sosial yang semakin bertambah dan anak-anak mempelajari pandangan pihak lain terhadap perilaku mereka dan bagaimana pandangan tersebut mempengaruhi tingkat penerimaan dari kelompok teman sebaya (Hurlock, 1998).

Berdasarkan uraian pola perilaku anak menurut Hurlock di atas, dapat diambil simpulan bahwa masa kanak-kanak awal (anak usia dini) merupakan masa yang sangat penting dalam menentukan perkembangan sosialisasi anak di kemudian hari sehingga sangat perlu diperhatikan. Khususnya perkembangan sosialnya agar anak dapat berkembang menjadi anak-anak yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan masyarakatnya karena pada masa kanak-kanak awal peningkatan perilaku sosial sangat penting dan menentukan bagaimana pola perilaku sosial anak di tahap berikutnya.